Jumat, 01 Juni 2012

Sejarah Jembatan Ampera

   




   Tak pelak lagi ikon terpenting Kota Palembang adalah Jembatan Ampera yang melintasi Sungai Musi. Lokasinya persis di jantung kota. Jembatan Ampera ini menghubungkan Seberang Ulu dan Seberang Ilir, Sekaligus menyambungkan jalur utama di Uluan Ilir. Ia adalah jembatan terpanjang di Indonesi pada eranaya. Ketika air pasang , badan jembatan itu merentang 11,5 meter di atasnya.

    Jembatan Ampera memiliki ciri kas dengan sepasang menara kembarnya yang menjulang 75 meter, nyaris di tengah sungai Masing-masing menara di topang oleh dua tiang besar yang berfungsi sebagai penopang utama badan jembatan yang lebarnya 1.177 meter itu .Kedua menra itu berjarak 71,5 meter . Di msa awalnya, badan jembatan di antara kedua menara itu bisa bergerak naik setinggi 44,5 meter sehingga memberikan celah bagi kapal untuk melintas, baik menghilir atau menghulu.

 
   Sebuah mekanik mengontrol naik-turunya badan jembatan itu. Bandul seberat 500 ton dipasang pada masing-masing menra. Ketika badan jembatan naik , kedua bandul itu bergerak turun.Begitu sebaliknya .Hanya 30 detik untuk naik atau turun. Namun, karena di anggap menhambat arus lalu lintas di atas jembatan , operasi naik turun jembatan itu di akhiri pada tahun 1970,dan kapal-kapal besar secara permanen tak bisa lagi berlayar ke hulu. Bahkan, sejak tahun 1990 kedua bandul itu di lepas dari menara , dan tamat sudah cerita naik turunnya jembatan musi.


    Proyek jembatan panjang ini mulai di bangun bulan Aprol 1962 dengan sebagai besar dananya dari pampasan perang Jepang . sejumlah tenaga ahli Jepang pun terlibat dalam proyek besar itu. Jembatan ini di resmikan Kepala Staff Angkatan Darat Letnan Jendral Achmad Yani pada 30 September 1965, sehari sebelum ia wafat karena menjadi korban kekerasan politik yang kemudian dikenal sebagai gerakan 30 September 1965.
 
    awalnya nama "Bung Karno" disiapkan untuk disematkan ke Jembatan Musi itu. Itu sebagai ungkapan terima kasih warga Palembang kepada sang Proklamator dan sekaligus Presiden Pertama Republik Indonesia itu karena telah medukung mereka memiliki sebuah jembatan yang monumental. Namun, sebelum nama itu di resmikan muncul gonjang-ganjing politik yang berujung pada jatuhnya Bung Karno dari pentas kekuasaan. Namun Ampera, akronim dari "Amanat Penderita Rakyat", kemudian ditasbihkan pada awl masa Pemerintahan Presiden Suharto. Ampera identik dengan nama kabinet pertama orde baru.

    Pamor jembatan Ampera mekin terpuruk ketika Pasar 16 Ilir yang berda di sisi jembatan terus tumbuh tak terkendali bahkan meluas ke kolong jembatan . Tapi, sejak 2004 dilakukan penataan. Para pedagangnya yang menyita kolong jembatan dipindahkan. Hiruk pikuk lalu lintas kendaraan di atas juga di atur. Jembatan Ampera Kembali teratur, bersih dan rapi.

   Jembatan Ampera yang lebarnya 22 meter itu memiliki pedestrian di kiri kanan, masing-masing selebar 3 meter, untuk pejalan kaki. Bersih, dan aman dari lalu lalang kendaraan . Pada malam hari suasananya terang benderang. Dari tengah jembatan, kita bisa memandang panorama di kedu sisi sungai seraya menikmati hembusan angin yang segar . Bila berjalan ke arah sebelah Ulu,lepas dari ujung jembatan terhampar plaza yang lega untuk kita menikmati panorama sekeliling . Plaza itu menyatu dengan pelataran Benteng Kuto Besak, sebuah ikon lainya di palembang.


   Pada malam hari , suasana beranjak romantis . Kerlap-kerlip lampu warna warni menyala mengikuti ceruk lekung tubuh jembatan . Pemandangan eksotik ini bisa di saksikan dari restauran terapung yang beroprasi secara regular










 

0 komentar:

Posting Komentar